MEKKAH- Penyelenggaraan ibadah haji Indonesia tak pernah lepas dari sorotan publik. Termasuk di tahun ini, kegiatan puncak haji di Armuzna (Arafah Muzdalifah dan Mina) jadi sorotan tajam lantaran adanya sejumlah layanan yang dianggap tak memuaskan.
Rupanya, bukan hanya jemaah haji Indonesia saja yang mengalami pelayanan tak memuaskan selama di Armuzna. Jemaah haji Malaysia ternyata juga mengalami hal serupa. Mereka mendapati tenda jemaah sangat padat dan juga terjadi keterlambatan dalam distribusi katering.
Direktur Eksekutif Tabung Haji Malaysia Dato Sri Syed Saleh juga menilai kualitas pendingin udara di Mina sudah tidak memadai. “Selama Armina (Armuzna) ada sejumlah masalah. Kita lihat di sini di antaranya dari segi ruang untuk jemaah haji di dalam kemah (tenda), terutama di Mina. Kedua, dari segi aturan makan minum agar lebih mengikut jadwal (tidak terlambat),” terang Syed Saleh saat berkunjung ke Kantor Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Daerah Kerja (Daker) Makkah di Syisyah, Jumat, 7 Juli 2023.
Saat hadir bersama 20 delegasinya untuk bertukar pengalaman, Syed Saleh juga mengungkapkan terkait sejumlah persoalan yang dihadapi selama fase Armina atau Armuzna. Dalam pertemuan ini terungkap bahwa persoalan yang dialami sejumlah jemaah dari dua negara sama, khususnya saat di Armuzna. Hal itu tidak lain akibat kinerja Mashariq yang tidak professional. Padahal, Mashariq adalah perusahaan swasta yang ditunjuk otoritas Arab Saudi untuk melayani jemaah haji dari beberapa negara di Asia Tenggara. “Ketiga, kemudahan (fasilitas) dalam kemah di antaranya pendingin agar lebih diperbaiki lagi. Itu yang harus diberi perhatian,” sambung Syed Saleh.
Di tanya soal kemacetan di Muzdalifah, Syed Saleh mengatakan bahwa kondisi itu juga menjadi bagian yang perlu diperbaiki lagi di masa yang akan datang. Syed Saleh bersyukur seluruh jemaah haji Malaysia bisa menjalani rangkaian ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina), dan tidak ada korban jiwa. Meski demikian, dia melihat ada sejumlah kekurangan dari segi layanan (perkhidmatan) dan fasilitas (kemudahan) yang disediakan Mashariq.
“Ini juga yang dihadapi saban tahun sebelum ini dan juga yang dihadapi oleh negara negara lain. Jadi kita harus mencari satu penyelesaian jangka panjang dalam usaha kita untuk mengatasi kekurangan kekurangan tersebut, terutama sekali dari segi ruangan yang tidak cukup untuk jemaah haji kita. Apalagi bila kita melihat bahwa pada masa yang akan datang, Kerajaan Arab Saudi juga ingin menambah lagi jemaah haji menjelang visi 2030,” paparnya.
“Kita lihat juga dari segi fasilitas layanan dasar (kemudahan-kemudahan asas), bahkan masih harus diperbaiki lagi. Insya Allah kita bersama dengan rombongan Indonesia senantiasa mempunyai perbincangan secara berterusan dengan pihak berwajib, termasuk Kementerina Haji, Mashariq, dan lainnya untuk memastikan bahwa apa yang berlaku (terjadi tahun ini) tidak akan berlaku lagi (terulang) pada tahun-tahun mendatang,” harapnya. Hal senada disampaikan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief. Pertemuan dengan Tabung Haji Malaysia menjadi kesempatan bersama untuk berbagi pengalaman, pandangan, dan pendapat tentang penyelenggaraan haji tahun ini.
“Kita berdiskusi tentang berbagai hal, terutama terkait berbagai layanan jemaah haji. Nampaknya, pengalaman dan catatan kita sama, ada pengkhidmatan atau layanan yang perlu ditingkatkan di masa yang akan datang, terutama dalam kerja sama kita dengan mitra kita di Saudi, khususnya dengan syarikah Masyariq ataupun lainnya, agar jemaah dari Indonesia ataupun negara lain seperti Malaysia bisa mendapatkan layanan yang memang sudah seharusnya. Dari segi tenda, kapasitasnya bisa lebih sesuai ke depan, boleh padat, tapi tidak over gitu ya,” sebut Hilman. “Kemudian juga sanitasi ingin kita perbaiki ke depan, air bersih, makanan, suplainya, ketepatan wakutbya. Apalagi, Malaysia sama, jumlah lansianya cukup tinggi, kita di indonesia juga cukup tinggi sehingga urusan makan itu sangat penting dan sensitif untuk jemaah yang sudah sepuh,” sambungnya.
Hilman berharap, ke depan akan dapat dibuat satu pola pembahasan dan model penyelenggaraa haji yang lebih proporsional dan profesional di antara negara-negara di Asia Tenggara. Pembahasan ini juga akan melibatkan Pemerintah Arab Saudi. Sebab, perubahan juga terus terjadi di Saudi, termasuk perubahan dari muasasah menjadi Syarikah, sehingga ke depan harus lebih profesional. “Mudah-mudahan ke depan tidak terulang, kesulitan-kesulitan yang dialami jemaah, seperti kasus di Muzdalifah, penjemputan sampai terlalu siang dan juga keterlambatan. Atau kesiapan infrastruktur tadi juga menjadi sorotan, baik di Arafah maupun Mina. Termasuk sanitasi air bersih itukan vital, tetap harus kita jaga sama-sama. Kita komunikasikan dengan baik pada Pemerintah Saudi secara formal,” tandasnya.
Sumber : VIVA