Home » Bagaimana Mitologi Yunani dan Para Filsuf Melihat Kiamat?
Indonesia Technology

Bagaimana Mitologi Yunani dan Para Filsuf Melihat Kiamat?


Bagi umat muslim dan beberapa kepercayaan lain, kiamat adalah keniscayaan. Namun tidak ada yang tahu kapan itu terjadi. Bagi filsuf, kiamat juga diyakini akan terjadi, tapi dengan konsep yang berbeda.

Menurut ilmuwan, akhir dunia saat ini dihadapkan dengan ancaman krisis iklim dan perang nuklir. Ada kekhawatiran juga kecerdasan buatan (AI) yang dibuat manusia bisa mengambil alih kehidupan dan menciptakan kontrol bagi seluruh makhluk di Bumi, seperti di film-film fiksi.

Tapi bagi orang-orang Yunani kuno, termasuk filsuf Plato dan Aristoteles, mereka percaya dunia tak akan benar-benar berakhir, melainkan mengalami siklus perulangan. Menurut Plato, orang yang selamat dari kiamat akan selalu membangun kembali peradaban setelah bencana.

Banyak orang Stoa percaya pada Ekpyrosis, penghancuran kosmos secara berkala–terjadi setiap 3.600 tahun sekali, menurut Plato– sebelum siklus baru dimulai lagi. Alih-alih bertumpu pada akhir kehidupan manusia dan dunia, mitologi dan filsafat lebih banyak berbicara tentang dewa dan malapetaka di masa lalu. Meski, beberapa tulisan Yunani kuno juga membicarakan kiamat di masa depan.

Salah satunya ditulis oleh Hesiod, penyair, filsuf, dan penulis sejarah zaman Yunani kuno. Dalam tulisannya dia bilang bahwa kiamat akan terjadi, di mana para dewa akan menghancurkan umat manusia.

Lima zaman manusia menurut mitologi Yunani

Dalam puisi epik Hesiod “Works and Days” (700 SM) ia memisahkan lima periode sejarah manusia ke lima zaman yang berbeda, yakni Zaman Emas, Perak, Perunggu, Heroic (Pahlawan), dan Besi. Ini menggambarkan perkembangan umat manusia melalui kacamata mitologi Yunani.

Pertama Zaman Keemasan, terjadi setelah dewa-dewa abadi yang tinggal di Olympus membuat ras emas manusia fana. Kemudian datanglah generasi kedua yang terbuat dari perak dan tidak lebih baik dari generasi sebelumnya. Setelah itu Zaman Perunggu, generasi ketiga yang mengerikan dan kuat serta gemar melakukan kekerasan.

“Ini dihancurkan oleh tangan mereka sendiri dan diteruskan ke rumah dingin Hades yang lembap, dan tidak meninggalkan nama,” tulis Hesiod. “Meski mengerikan, kematian hitam mencengkram mereka, dan mereka meninggalkan cahaya terang matahari.”

Gunung Cumbre Vieja meletus di El Paso, memuntahkan kolom asap, abu, dan lava seperti yang terlihat dari Los Llanos de Aridane di pulau Canary La Palma pada 19 September 2021. Foto: DESIREE MARTIN/AFP
Gunung Cumbre Vieja meletus di El Paso, memuntahkan kolom asap, abu, dan lava seperti yang terlihat dari Los Llanos de Aridane di pulau Canary La Palma pada 19 September 2021. Foto: DESIREE MARTIN/AFP

Setelah itu, Zeus membuat ras manusia pahlawan seperti dewa, ketika sebagian besar pahlawan mitologi Yunani termasuk Perseus, Odysseus, dan Achilles masih hidup. Hesiod mengaku menyesal dia tidak dilahirkan di zaman para pahlawan, melainkan di zaman berikutnya.

“Karena saat ini benar-benar ras besi, dan manusia tidak pernah beristirahat dari kerja keras dan kesedihan di siang hari, dan dari kebinasaan di malam hari; dan para dewa akan menimpakan masalah besar pada mereka.”

Hesiod percaya, zaman “pahit” dan “keras” ini akan menjadi yang terakhir.

“Kendati demikian, di zaman ini tetap ada beberapa kebaikan yang bercampur dengan kejahatan. Dan Zeus akan menghancurkan ras manusia fana ini ketika mereka memiliki rambut beruban di pelipis saat mereka lahir.”

Lebih lanjut Hesiod menjelaskan, akhir zaman (Zaman Besi) terjadi ketika para pelaku kejahatan mendapat pujian atas perbuatan jahat mereka, dan umat manusia senang melakukan kejahatan.

“Dan kemudian Aidos dan Nemesis, dengan wujud manis mereka terbungkus jubah putih, akan pergi dari bumi yang luas dan meninggalkan umat manusia untuk bergabung dengan kumpulan dewa-dewa abadi: dan kesedihan pahit akan ditinggalkan untuk manusia fana, dan tidak akan ada bantuan melawan kejahatan.”

Sumber: Kumparan

Translate