Sebuah ‘lubang’ raksasa telah muncul di permukaan Matahari dan diprediksi bisa menyebabkan badai berkecepatan 2,8 juta kilometer per jam menuju Bumi pada Jumat (31/3).
Fenomena badai Matahari ini merupakan kelanjutan dari temuan ‘lubang’ Matahari yang memiliki ukuran berkali-kali lipat ukuran Bumi.
‘Lubang’ koronal itu pertama kali ditemukan saat Matahari mulai berputar menjauh dari Bumi. Diameternya sekitar 18 hingga 20 kali planet kita.
Hal itu melepaskan angin surya ke luar angkasa yang dampaknya bisa menganggu telekomunikasi, seperti merusak satelit dan menciptakan aurora yang menakjubkan jika mencapai Bumi.
Angin surya sendiri merupakan aliran partikel bermuatan yang menyebar ke segala arah dari atmosfer terluar Matahari (korona).
Para ilmuwan mengaku tidak khawatir tentang kerusakan infrastruktur akibat dari lubang Matahari ini.
Lubang korona sendiri cukup umum, tetapi biasanya muncul ke arah kutub Matahari, tempat anginnya dimuntahkan ke luar angkasa.
Profesor fisika ruang angkasa di University of Reading Mathew Owens mengatakan saat Matahari bersiap untuk mencapai puncak aktivitas, yang terjadi setiap 11 tahun, lubang-lubang ini berada pada posisi dekat ekuator Matahari.
“[Lubang] yang ini berada di khatulistiwa [Matahari], berarti kita dijamin akan melihat angin surya kencang di Bumi beberapa hari setelah berputar melewati garis bujur pusat,” katanya kepada Insider.
Profesor fisika angkasa dan iklim di University College London Daniel Verscharen mengatakan lubang korona dapat meledakkan angin Matahari yang sangat cepat lebih dari 800 kilometer per detik.
“Bentuk lubang korona ini tidak terlalu istimewa. Namun, lokasinya membuatnya sangat menarik,” kata dia.
“Saya perkirakan angin kencang dari lubang korona itu akan datang ke Bumi sekitar Jumat malam hingga Sabtu pagi pekan ini,” sambungnya.
Medan magnet
Verscharen menjelaskan Matahari adalah bola plasma yang besar. Plasma itu bergejolak dari bagian dalam Matahari ke permukaannya, dan menciptakan medan magnet yang pasang surut, bertabrakan dan menyatu.
Sebuah lubang korona muncul ketika medan magnet itu melesat langsung ke luar angkasa. Hal itu membuat angin jauh lebih mudah untuk melarikan diri ke luar angkasa dengan kecepatan tinggi.
“Jika berorientasi ke arah selatan, kita lebih mungkin mengalami peristiwa cuaca antariksa, tapi tidak ada yang bisa memastikanya,” ujar Verscharen.
Dikutip dari ScienceAlert, angin surya yang berinteraksi dengan atmosfer Bumi menciptakan aurora menjadi lebih terang.
Secara kebetulan, beberapa lontaran massa koronal (CME) – letusan besar plasma yang dilemparkan ke luar angkasa – terjadi sekitar waktu yang sama dengan saat lubang menghadap Bumi. Hal itu menciptakan badai geomagnetik besar.
Namun, kata Owens, dalam kasus lubang koronal ini kecil kemungkinan hal ini akan terjadi lagi. Meski tak bagus buat para pemburu aurora, ini kemungkinan jadi kabar baik untuk pertahanan planet.
Pasalnya, badai geomagnetik yang kuat dapat merusak satelit, infrastruktur, dan sinyal radio.
Dikutip dari ScienceAlert, angin surya yang berinteraksi dengan atmosfer Bumi menciptakan aurora menjadi lebih terang.
Secara kebetulan, beberapa lontaran massa koronal (CME) – letusan besar plasma yang dilemparkan ke luar angkasa – terjadi sekitar waktu yang sama dengan saat lubang menghadap Bumi. Hal itu menciptakan badai geomagnetik besar.
Namun, kata Owens, dalam kasus lubang koronal ini kecil kemungkinan hal ini akan terjadi lagi. Meski tak bagus buat para pemburu aurora, ini kemungkinan jadi kabar baik untuk pertahanan planet.
Pasalnya, badai geomagnetik yang kuat dapat merusak satelit, infrastruktur, dan sinyal radio.
Sumber: CNN Indonesia