Penerima manfaat Asuransi Dwiguna di kasus dugaan korupsi PDAM Makassar Rp 20 miliar terungkap. Total ada 11 orang penerima manfaat, termasuk wali kota dan wakil wali kota.
Hal tersebut diungkap mantan Kabag Akuntansi dan Verifikasi PDAM Makassar Armi Dwiana Mansur dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi PDAM Makassar dengan terdakwa Haris Yasin Limpo dan Irawan Abadi di Ruang Harifin Tumpa Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Senin (5/6/2023). Sidang berlangsung dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan jaksa.
Nama walkot dan wawalkot dalam perjanjian kerja sama (PKS) Asuransi Dwiguna itu terungkap ketika jaksa bertanya kepada saksi Armi sebagai Kabag Akuntansi dan Verifikasi tahun 2016-2021. Jaksa bertanya siapa saja yang masuk dalam dwiguna jabatan.
“Jabatan apa masuk di dwiguna jabatan?” tanya jaksa.
Armi menjawab bahwa penerima manfaat Asuransi Dwiguna adalah direksi, badan pengawas, wali kota, dan wakil wali kota.
“Dwiguna jabatan itu direksi, badan pengawas, dan wali kota dan wakil wali kota,” jawab Armi.
Selanjutnya jaksa kembali mempertegas apakah nama wali kota ada dalam daftar Dwiguna.
“Oh dwiguna direksi ternyata ada wali kota?” ujarnya.
“Iya,” jawab Armi.
“Pernah lihat PKS-nya?” timpal jaksa.
“Iya waktu dikumpul saat pemeriksaan,” kata Armi.
Majelis hakim turut memperjelas jawaban Armi terkait nama walkot dan wawalkot itu. Hakim menanyakan soal 11 orang yang disebutkan terkait Dwiguna direksi PDAM Makassar.
“Saudara di sini menyebutkan 11. Siapa 11 itu?” tanya hakim.
“Yang dua wali kota dan wakil wali kota,” ujar Armi.
Hakim kemudian kembali memastikan ucapan Armi, sebab sebelumnya dia menyebut ada 9 orang terkait Dwiguna.
“Saudara sebutkan bahwa untuk direksi dan dewan pengawas 9 orang, bagaimana bisa?” tanya hakim.
“Karena di PKS itu, yang mulia, nilainya Rp 123 juta per bulan. Ada di PKS, perjanjian kerja sama,” jawab Armi.
Alur Pencairan Tantiem
Mantan Kasi Perbendaharaan PDAM Makassar Hadijah Amaluddin juga dihadirkan sebagai salah satu saksi. Hadijah mengungkap alur pencairan tantiem atau bonus karyawan dan direksi di PDAM Makassar. Hadijah menjabat sebagai Kasi Perbendaharaan PDAM Makassar pada tahun 2016-2017.
Jaksa awalnya bertanya kepada Hadijah mengenai siapa direksi yang menjabat ketika dia menjadi Kasi Perbendaharaan. Hadijah mengatakan direksi saat itu adalah Haris Yasin Limpo sebagai direktur utama dan Irawan Abadi sebagai direktur keuangan.
“Siapa direksi pada saat ibu selaku Kasi Perbendaharaan?” tanya jaksa.
“(Direktur Utama) Haris. (Direktur Keuangan) Ibu Kartia dulu baru Pak Irawan,” tutur Hadijah.
Selanjutnya jaksa menanyakan seperti apa mekanisme pencairan dana tantiem dan jasa produksi di PDAM Makassar. Jaksa ingin memperjelas proses pencairan tantiem menggunakan voucher.
“Voucher pengeluaran itu bagaimana mekanismenya?” tanya jaksa.
Hadijah menjelaskan voucher itu pertama diperiksa Kasi Verifikasi lalu ke Kepala Bagian Verifikasi dan Akuntansi. Setelah itu, voucher diperiksa oleh Direktur Keuangan, disetujui oleh Direktur Utama, dan terakhir dibayarkan oleh Kasi Perbendaharaan.
“Kasi Verifikasi setelah verifikasi, kemudian ke bagian verifikasi dan akuntansi dan kemudian diperiksa oleh Direktur Keuangan, kemudian disetujui oleh Direktur Utama, kemudian dibayarkan oleh Kasi Perbendaharaan,” tuturnya.
Jaksa juga bertanya siapa saja yang bertanda tangan untuk pencairan tantiem tersebut. Hadijah menjawab ada lima orang yang bertanda tangan.
“Di voucher itu siapa saja bertanda tangan?” tanya jaksa.
“Kasi verifikasi. Kasi verifikasi dan akuntansi, diperiksa direktur keuangan, disetujui direktur utama, kemudian pencairan kasi perbendaharaan,” bebernya.
Dakwaan Haris YL dan Irawan
Jaksa mendakwa Haris Yasin Limpo dan Irawan Abadi melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 20.318.611.975 pada Senin (15/5) lalu. Jaksa mendakwa keduanya telah melakukan perbuatan tersebut secara berturut-turut setidaknya lebih dari satu kali.
“Telah melakukan perbuatan secara melawan hukum yaitu mengusulkan pembagian laba yang kemudian membayarkan tantiem dan bonus/jasa produksi serta pembayaran asuransi dwiguna jabatan Walikota dan Wakil Walikota,” demikian dakwaan jaksa penuntut umum di persidangan.
Adapun tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa, yakni penggunaan dana PDAM Kota Makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus atau jasa produksi tahun buku 2017 sampai dengan 2019.
“Dan Premi Asuransi Dwiguna Jabatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2016 sampai dengan 2018 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan,” ujar jaksa.
Sumber: Detik.com